Pengaruhi pertumbuhan. Banyak pula remaja kurang aktivitas
JAKARTA – Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan Dhian Dipo mengatakan, 96% penduduk remaja usia 10–19 tahun di Indonesia kurang mengonsumsi buah dan sayur. Hal ini mengakibatkan banyak masalah gizi remaja seperti anemia dan stunting.
"Dari data-data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menyebutkan, hampir semua remaja kita, yaitu 96% remaja kita, tidak mengonsumsi sayur dan buah dengan baik," ungkap Dhian dalam webinar bertajuk 'Diseminasi Program Aksi Bergizi', pada Kamis (22/4).
Dia menjelaskan masa gizi tersebut membuat 26% anak usia 5–14 tahun dan 32% penduduk usia 15–24 tahun mengalami anemia. Ini berdampak pada rendahnya produktivitas anak di sekolah dan sulit fokus karena gejala anemia yaitu lesu, lemah, letih, lelah, dan lalai.
Kemudian, Riskesdas Kemenkes menunjukkan bahwa 1 dari 4 remaja Indonesia mengalami stunting. Dhian menyayangkan masalah ini, karena remaja merupakan 18% dari total penduduk Indonesia.
"Investasi kepada remaja merupakan investasi yang strategis. Jumlahnya yang cukup besar, butuh intervensi sejak dini agar menjadi remaja yang sehat dan berprestasi. Kemudian menjadi dewasa, produktif, dan berdaya saing tinggi," ungkap dia.
Lebih lanjut, Dhian menuturkan 50% dari total penduduk usia 10–14 tahun di Indonesia juga mengonsumsi makanan manis lebih dari satu kali per hari. Lalu 31% dari total penduduk di rentang usia yang sama mengonsumsi makanan asin lebih dari satu kali per hari.
Selanjutnya 64,4% dari total penduduk usia 10–14 tahun di Indonesia kurang aktivitas fisik. Ketiga masalah gizi ini ditegaskan telah berkontribusi menyebabkan satu dari tujuh remaja mengalami kelebihan berat badan.
"Apalagi saat masa pandemi, maka aktivitas fisik pada remaja juga menjadi berkurang pasti. Ini perlu kita edukasikan, kita sadarkan, bahwa aktivitas fisik menjadi hal yang penting untuk meningkatkan kesehatan dan status gizi remaja kita," kata Dhian.
Kemenkes menurut dia telah melakukan tiga bentuk intervensi mengatasi masalah gizi pada remaja. Pertama, edukasi gizi seimbang agar asupan gizi dari yang mereka makan, memenuhi kebutuhan semua gizi untuk pertumbuhannya.
"Kedua adalah pemberian suplementasi tablet tambah darah. Setiap remaja usia 12–18 tahun harus mengonsumsi satu tablet tambah darah setiap satu minggu sepanjang tahun untuk memenuhi zat besi dan asam folat sebagai upaya penanggulangan anemia," imbuh dia.
Lalu intervensi yang ketiga adalah fortifikasi, yaitu penambahan zat-zat gizi pada bahan makanan tertentu yang banyak dikonsumsi. Di Indonesia, setidaknya ada empat bahan makanan yang sudah fortifikasi, yakni tepung terigu, minyak goreng, garam, dan beras.
Tepung terigu difortifikasi dengan kandungan zat besi. Minyak goreng difortifikasi dengan vitamin A, kemudian garam difortifikasi dengan yodium. Beras, difortifikasi dengan multivitamin dan mineral yang di dalamnya juga mengandung zat besi.
Di samping itu, Dhian mengatakan ada empat pilar penerapan gizi seimbang. Pertama, mengonsumsi pangan beraneka ragam karena tidak ada satu pangan pun yang bisa memenuhi semua kebutuhan gizi. Kedua, membiasakan perilaku hidup sehat.
Pilar ketiga adalah melakukan aktivitas fisik, sebab semua metabolisme dalam tubuh akan berjalan dengan baik melalui aktivitas fisik. Sementara, pilar yang keempat adalah harus mempertahankan dan memantau berat badan yang normal.
"Ini adalah salah satu cara bagaimana kita melihat bahwa aktivitas kita sehari-hari dengan penerapan keempat pilar ini dapat dinilai dari tidak bertambahnya berat badan yang terlalu drastis. Karena memang harus sampai pada berat badan normal," ujar dia. (Wandha Nur Hidayat)
96% Remaja Indonesia Kurang Konsumsi Buah dan Sayur - Validnews
Read More
No comments:
Post a Comment