- Buah pangi, merupakan buah yang memiliki racun namun menjadi kesukaan satwa endemik di Sulawesi.
- Babirusa atau anoa hingga burung maleo memakan buah pangi. Setelah makan buah pangi, satwa endemik Sulawesi ini akan mengunjungi mata air bergaram untuk menetralisir racun itu.
- Bagi sebagian masyarakat Indonesia, buah ini cukup terkenal karena dimanfaatkan sebagai bumbu masakan. Nama lain buah ini adalah kepayang, kluwek, atau kelua.
- Pohon pangi tumbuh liar di hutan hujan primer dan sekunder, serta banyak dijumpai di sepanjang sungai dengan topografi agak curam. Umumnya tumbuh pada ketinggian di bawah 300 mdpl atau kadang pada ketinggian 1.000 mdpl.
Pernahkah Anda mendengar nama buah pangi? Buah ini sangat disukai satwa endemik Sulawesi seperti babirusa [babyrousa celebensis], anoa [Bubalus depressicornis], hingga maleo [Macrocephalon maleo]. Buah pangi memiliki nama ilmiah Pangium edule, namun sebenarnya bagi sebagian masyarakat Indonesia, buah ini cukup terkenal karena dimanfaatkan sebagai bumbu masakan dengan nama lokal lainnya kepayang, kluwek, atau kelua.
Di Suaka Margasatwa Nantu Gorontalo, buah pangi menjadi makanan yang disukai babirusa dan anoa. Buah ini memiliki racun pada bijinya, namun setelah memakannya babirusa atau anoa akan menetralisir racun itu di kolam adudu, sebuah kolam lumpur yang mengandung garam mineral dalam kawasan hutan Nantu.
“Salah satu makanan kesukaan babirusa adalah buah pangi, sehingga sering ditemukan satwa ini langsung maupun jejak-jejaknya di bawah pohon pangi yang sedang berbuah,” kata Abdul Haris Mustari, peneliti dari Institut Pertanian Bogor [IPB] dalam bukunya Ekologi, Perilaku, dan Konservasi Anoa [2019].
Haris Mustari, dalam bukunya yang lain berjudul Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi, menjelaskan bahwa untuk memperbesar peluang perjumpaan dengan babirusa, pengamat bisa melakukan pemantauan di tempat sumber pakan babirusa.
Dengan demikian, peneliti akan dapat bertemu langsung dengan babirusa saat makan atau menemukan bekas garukannya di tanah atau bekas dedaunan yang direnggut oleh babirusa, saat mencari buah pangi.
“Setelah memakan buah pangi, babirusa akan mengunjungi mata air dan tempat mengasin atau sesapan [salt lick] secara teratur, untuk mendapatkan garam-garam mineral yang akan membantu pencernaannya.”
Baca: Matoa, Buah Khas Papua yang Kaya Manfaat
Sebuah penelitian dengan judul Kelimpahan Tumbuhan Pakan Anoa [Bubalus Sp.] di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone yang dilakukan Diah Irawati Dwi Arini dan Nurlita Indah Wahyuni dari Balai Penelitian Kehutanan Manado, menyebutkan bahwa buah pangi sebagai salah satu pakan anoa pada lokasi penelitian di tiga habitat anoa di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Penelitian yang telah diterbitkan dalam Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, itu menegaskan bahwa Taman Nasional Bogani Nani Wartabone adalah habitat penting bagi anoa yang mewakili keragaman genetik spesies anoa di bagian Utara Sulawesi.
“Satwa liar sangat bergantung pada habitatnya, salah satunya adalah kebutuhan pakan. Ketersediaan pakan sangat memengaruhi perkembangan dan status reproduksi satwa liar,” ungkap keduanya dalam jurnal.
Di beberapa tempat Indonesia, pemanfaatan buah pangi sangat beragam. Mulai dari daun, buah, akar, hingga batangnya bisa diolah untuk dijadikan bermacam penganan, baik sebagai bumbu masakan atau sayuran.
Salah satu penelitian tentang pengolahan pangi diterbitkan di jurnal Hutan dan Masyarakat berjudul Pemanfaatan Tanaman Pangi [Pangium edule Reinw] pada Lahan Agroforestri Desa Watu Toa Kecamatan Marioriwawo Kabupaten Soppeng.
Dalam penelitian tersebut, dikatakan bahwa masyarakat di Desa Watu Toa memanfaatkan buah pangi dengan cara diolah dalam enam produk yang dihasilkan. Sebut saja, batang sebagai bahan konstruksi dan racun ikan [kulit]; daun sebagai pestisida alami, obat [antiseptik], dan sayur [daun muda]; serta buah atau biji pangi sebagai bahan makan kue, tempe, sayur ise’ pangi dan Lope’ pangi, serta bumbu masak [kluwak].
Baca juga: Jengkol, Tumbuhan Kaya Manfaat Asli Indonesia
Buah pangi juga masuk dalam buku “100 Spesies Pohon Nusantara Target Konservasi Ex-Situ Taman Keanekaragaman Hayati [2019] karya Hendra Gunawan dari Pusat Litbang Hutan – KLHK. Dalam buku tersebut dijelaskan, pangi tumbuh liar di hutan hujan primer dan sekunder, serta banyak dijumpai di sepanjang sungai dengan topografi agak curam, dan umumnya pada ketinggian di bawah 300 mdpl atau kadang pada ketinggian 1000 mdpl.
Pangi berbuah sepanjang tahun mulai umur 15 tahun, dan buahnya masak pada September-Oktober. Berbuah lebat pada Oktober-Februari.
Disebutkan lagi, biji pangi yang difermentasikan bisa digunakan sebagai bumbu dapur masakan Indonesia yang memberi warna hitam pada rawon, juga sebagai daging bumbu kluwek, brongkos, serta sup konro.
Bijinya memang memiliki daging buah yang bisa dimakan. Namun, biji mentahnya sangat beracun karena mengandung asam sianida dalam konsentrasi tinggi. Bila dimakan dalam jumlah tertentu menyebabkan pusing atau mabuk. Oleh sebagian masyarakat, racun pada biji buah pangi dapat dipakai sebagai racun untuk mata panah.
“Biji ini aman diolah untuk makanan bila telah direbus dan direndam terlebih dahulu. Biji, buah, daun, pepagan, dan akar dapat digunakan sebagai bahan obat dan kayunya memiliki nilai ekonomi,” sebagaimana dijelaskan buku tersebut.
Secara morfologi, pohon pangi berukuran tinggi hingga 40 meter dengan diameter mencapai 100 cm. Daunnya tunggal, helai daun bundar telur menjorong, permukaan bawah hijau pucat, dan pertulangan sekunder berjumlah 5-7 pasang.
Untuk perbungaan pada ketiak daun, bunga berkelamin tunggal, bunga jantan tersusun dalam tandan, bunga betina tunggal, bunga berwarna hijau pucat. Buah pangi berwarna cokelat, tidak berduri, mendaging merekah atau pecah setelah masak. Bijinya beracun dan berwarna merah kecokelatan.
Disukai Satwa Endemik Sulawesi, Buah Ini Juga Dapat Diolah Sebagai Bumbu Dapur - Mongabay.co.id
Read More
No comments:
Post a Comment